Ekspor Jepang turun pada maret (03/2019) di mulai sejak bulan Februari, Sebagai tanda terjadinya ketegangan pada ekonomi yang bergantung pada perdagangan, bank sentral mungkin terpaksa menawarkan lebih banyak stimulus untuk meredam efek dari melambatnya permintaan eksternal dan gesekan perdagangan.
Perlambatan pertumbuhan secara global, dan perang perdagangan jepang dengan Amerika Serikat serta terjadinya konflik atas kepergian Inggris dari Uni Eropa telah memaksa banyak pembuat kebijakan untuk beralih sikap yang tidak pasti selama beberapa bulan terakhir.
Jepang berada dalam situasi yang sama seperti sebagian besar negara-negara di dunia, di mana pabrik-pabrik telah berhenti dan kepercayaan bisnis telah anjlok di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global.
Dikutip dari Reuters, Data Kementerian Keuangan menunjukkan di bulan februari penurunan lebih dari 0,9 % , Sedangkan pada hari Senin 18 maret 2019 ekspor turun 1,2 % dari tahun ke tahun, yang diperkirakan oleh para ekonom dalam jajak pendapat.
Ini mengikuti penurunan tajam 8,4 % dari tahun ke tahun sejak Januari, menandai penurunan bulan ketiga berturut-turut karena penurunan pengiriman mobil, baja, dan peralatan produksi semikonduktor.
Ekspor ke negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa masih tetap kuat, tetapi pengiriman China dan Asia turun,” kata Takeshi Minami, kepala ekonom di Norinchukin Research Institute.
Ekspor akan tetap berada dalam tren menurun untuk saat ini, yang dapat membatasi pengeluaran modal dan upah. Ekonomi domestik akan menghadapi situasi yang parah menjelang kenaikan pajak penjualan Oktober mendatang.
Baru-baru ini rilis Data perdagangan sejumlah indikator mengalami penurunan, seperti output pabrik dan ukuran utama pengeluaran modal, yang telah meningkatkan kekhawatiran bahwa rekor pertumbuhan Jepang pasca perang mungkin akan berakhir.
Bank jepang pekan lalu memangkas pandangannya pada ekspor dan output, sambil menjaga kebijakan agar tidak berubah. Namun, pelemahan ekspor yang meluas berdampak pada pengangguran, terutama karena inflasi masih berada di luar target 2 % dan tekanan pada bisnis dan konsumen terus meningkat.
Pekan lalu pasca menentukan kebijakan Dalam konferensi pers, Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda mengakui tantangan ekonomi yang dihadapi tidak memberikan indikasi akan ada stimulus tambahan. Tetapi Kuroda mungkin harus mengubah taktik dalam menghadapi serangkaian indikator ekonomi yang sedang lemah.
Banyak pihak di BOJ berharap ekonomi Jepang akan muncul dari soft patch saat ini di paruh kedua tahun ini, dengan asumsi rencana stimulus China dapat menghidupkan kembali permintaan di sana.
Kekhawatiran terbesar di antara para pembuat kebijakan BOJ adalah bahwa pelemahan ekspor dan output akan merusak sentimen perusahaan, mendorong perusahaan untuk menunda pengeluaran modal dan kenaikan upah.